Hari Santri dan Jihad NU Melawan Korupsi
Komitmen Nahdlatul Ulama (NU) dalam memberantas intoleransi tidak perlu diragukan lagi. Jelas, NU merupakan benteng penjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Siapapun yang berani memecah belah NKRI, pasti NU akan berada di garis terdepan melawannya.
Namun, bukan hanya komitmen memberantas intoleransi saja yang dapat kita lihat dari NU. Komitmen mendukung pemberantasan korupsi juga sudah menjadi bagian dari jihad NU. Ini ditegaskan dalam Keputusan Muktamar ke-33 NU pada 2015 yang salah satunya menyatakan:
"Tindak pidana korupsi dan pencucian uang adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan yang menimbulkan mudharat dalam jangka panjang. NU harus memperkuat garis perjuangan anti-korupsi untuk melindungi ulama, jamaah, dan organisasinya; melindungi hak rakyat dari kezaliman koruptor; dan mendidik para calon pejabat untuk tidak berdamai dengan korupsi dan pencucian uang."
Komitmen ini bukan hanya jargon semata agar terkesan populis di kalangan publik yang memang sudah muak dengan korupsi. NU secara konsisten dari muktamar ke muktamar mencoba menjawab berbagai pertanyaan mengenai persoalan-persoalan korupsi.
Pada Muktamar 1999, NU membahas mengenai bagaimana mencegah penyalahgunaan wewenang dalam mengelola uang negara. Pada 2002 ketika Munas Alim Ulama, NU membahas hukuman bagi koruptor, money politics, serta hibah kepada pejabat. Pada Muktamar 2004, NU membahas haramnya hukum menyuap dalam penerimaan PNS.
Pada Munas Alim Ulama 2006, NU mendorong asas pembuktian terbalik. Pada Muktamar 2010, NU mendukung hukuman sadap telepon demi kepentingan pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar.
Munas Alim Ulama 2012 semakin menegaskan komitmen NU terhadap pemberantasan korupsi. Dalam Munas ini, NU mendorong hukuman mati bagi koruptor, pengembalian harta korupsi, pemeriksaan kekayaan koruptor yang meninggal dunia, dan larangan pencalonan jabatan publik bagi koruptor. Dan, pada Muktamar 2015 lalu, NU mulai membicarakan halal-haramnya hukum advokat yang membela koruptor, dan sanksi tegas berupa pemiskinan koruptor, dan semakin menegaskan bahwa melawan korupsi adalah bagian dari jihad fi sabilillah.
NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki peran begitu strategis dalam mengubah budaya koruptif di negeri ini. Fungsi edukasi antikorupsi yang dibawakan NU begitu penting mengingat ada ribuan pesantren yang menjadi basis warga nadhliyin. Karena itu, pemahaman mengenai bahaya korupsi dari aspek agama Islam harus terus digaungkan.
NU pun sadar dan sudah melakukan ini. Pada 2016 lalu, NU bekerja sama dengan KPK meluncurkan buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi.
Meski buku tersebut membahas korupsi dari perspektif sejarah dan hukum Islam (fiqh), sebenarnya NU menempatkan diri sebagai organisasi kemasyarakatan yang berperan aktif dalam melawan korupsi yang secara sistematis menghancurkan bangsa ini. Jadi, ketika NU bicara mengenai korupsi, ia sebagai organisasi bukan hanya berbicara untuk jamaahnya dan umat Islam saja, tapi untuk bangsa ini secara keseluruhan. Karena, korupsi merupakan masalah bersama yang dihadapi bangsa ini.
Buku tersebut menunjukkan NU –mengambil pelajaran dari kisah Rasulullah SAW— juga menolak korupsi yang dibalut agama. Ini didasarkan pada hadits riwayat Imam Muslim yang menyatakan bahwa Allah SWT tidak menerima uang sedekah dari harta hasil korupsi.
"Dari Mus'ab bin Sa'ad berkata, Abdullah bin Umar masuk ke rumah Amir pada saat ia sakit menjenguknya. Ketika itu Sa'ad berkata, mengapa kamu tidak mendoakan saya? Abdullah bin Umar berkata, sungguh saya mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa salat yang dilakukan tanpa wudu tidak akan diterima Allah, sama halnya sedekah yang berasal dari harta korupsi," (HR Muslim).
Oleh sebab itu, orang-orang yang mengambil uang rakyat dengan cara korupsi, berpenampilan agamis, dan kemudian ingin dilihat murah hati, lalu bersedekah, sesungguhnya itu hanyalah perbuatan sia-sia. Allah tidak akan memberi pahala bagi orang yang bersedekah dengan cara mencuri hak rakyat.
Bukan hanya Allah tidak menerima sedekah harta korupsi, tapi korupsi sekecil apapun itu akan mengantarkan kita ke api neraka. Buku itu pun menceritakan kisah seorang budak Rasulullah SAW bernama Mid'am atau Kirkirah yang diperintahkan untuk membawa harta rampasan perang namun meninggal di tengah jalan karena tertembak. Ketika para sahabat Rasul lainnya bersedih dan mendoakan mereka masuk surga, Rasulullah SAW justru menyatakan bahwa budaknya itu tidak akan masuk surga.
Ternyata mantel yang dipakai oleh Mid'am atau Kirkirah merupakan mantel hasil rampasan peran yang belum dibagi. Rasulullah SAW menyebut perbuatan yang demikian itu akan menyulut api neraka yang membakarnya. Ada pula seorang lelaki yang hadir dan membawa seutas tali sepatu, Rasulullah SAW juga menyatakan bahwa seutas tali sepatu pun akan menyulut api neraka. (HR Abu Dawud)
Dari peristiwa itu saja bisa dipahami bahwa bukan perkara jumlah korupsinya, tapi tindakan korupsinya, yang akan membuat seseorang berakhir di neraka. Sebenarnya ini sejalan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap para koruptor dari level bawah hingga level atas. Meski sering disebut "ecek-ecek", KPK tetap jalan karena tindakan korupsinya merugikan masyarakat. Bukan hanya perkara besar-kecil uangnya saja.
Hubbul wathan minal iman. Mencintai tanah air bagian dari iman. Itulah kata-kata KH Wahab Hasbullah yang hingga kini menjadi pegangan NU. Saya percaya bahwa ikhtiar NU melawan korupsi adalah bagian dari hubbul wathan. Tidak ada bangsa yang maju jika korupsi merasuki setiap sendi kebangsaan.
Ini sama sebagaimana yang disampaikan oleh Gus Dur bahwa membiarkan terjadinya korupsi besar-besaran dengan menyibukkan diri pada ritus-ritus hanya akan membiarkan berlangsungnya proses pemiskinan bangsa yang semakin melaju.
Hari ini, 22 Oktober, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Santri kepada santri seluruh Indonesia. Jika pada 22 Oktober 1945 NU mengeluarkan resolusi jihad untuk melawan upaya penguasaan kembali Belanda, kini para santri harus berjihad melawan para koruptor.
Semoga para santri bisa terus membawa spirit yang digaungkan NU, spirit Islam yang menekankan pada esensinya, bukan hanya pada permukaannya saja. Spirit Islam yang membela orang miskin dan melawan mereka yang mencuri hak rakyat. Ayo, NU lahirkanlah santri-santri antikorupsi, pemimpin masa depan bangsa!
Tsamara Amany mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
https://pojokbaca.info/2022/06/25/peringati-hari-santri-dan-jihad-nu-melawan-korupsi/?feed_id=2541&_unique_id=62b6086f3540b
0 Comments