Berbagai cara busuk dilakukan Fredrich Yunadi pengacara Setya Novanto untuk membebaskan kliennya dari jerat hukum kasus megakorupsi e-KTP. Antara lain dengan mengadu domba polisi dan KPK.
Pengacara yang dikenal “muka tembok” dan “mulut comberan” ini tak segan-segan menunjukkan surat rahasia yang bernama SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) itu ke hadapan publik dan merilisnya. Padahal isi surat itu tidak menyebutkan pimpinan KPK Agus Raharjo dan Saut Situmorang sebagai tersangka. Tapi hanya terlapor.
Tapi oleh Frederick dikesankan bahwa pimpinan KPK sudah jadi tersangka. Tanpa rasa bersalah dia membagikan surat itu ke media-media tentu dengan segepok uang agar dimuat.
Terjadilah kehebohan di publik. Sampai-sampai pimpinan Polri turun tangan dan menjelaskan ke publik bahwa hal tersebut hanya kekurangan telitian pihak Bareskrim Polri dalam hal ini adalah Direktur Pidum yakni Brigjen Herry Rudolf Nahak.
“Harusnya polisi hati-hati. Pengacara Novanto itu adalah seorang provokator. Dari dulu kerjanya membenturkan dan mengadu domba aparat penegak hukum,” kata seorang pimpinan LSM Indonesia Police Watch.
Menurut pimpinan IPW itu, sudah lama
Fredrich Yunadi benci dengan KPK karena banyak kliennya menjadi pasien KPK. Pengacara sontoloyo ini juga dikenal hobby menyuap media untuk membangun opini yang menguntungkan kliennya.
“harusnya Polisi hati-hati dengan pengacara provokator ini. Jangan sekali- mau menerima uangnya karena akan bunyi ke mana-mana” pimpinan IPW itu menjelaskan.
Seperti diberitakan TEMPO, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menyatakan KPK tetap akan mengusut kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
KPK, kata Agus, tidak akan menghentikan pemeriksaan atas kasus e-KTP meski polisi kini memulai penyidikan terhadap dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Sitomorang atas dugaan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang.
“KPK pasti akan jalan terus. Proses penyidikan baru telah dimulai. Sampai hari ini, pemeriksaan saksi-saksi sedang kita lakukan,” kata Agus dalam keterangan tertulisnya Kamis 9 November 2017.
Agus mengatakan KPK akan menyampaikan hasil penyidikan soal kasus e-KTP secepat mungkin setelah melakukan koordinasi dengan bagian penindakan.
“Nanti akan kami sampaikan secara lebih lengkap,” katanya.
Soal penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) oleh Bareskrim Polri ini justru pertama kali diumumkan oleh Fredrich Yunadi yang tak lain adalah kuasa hukum Setya Novanto.
Fredrich menunjukkan tembusan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) bernomor B/263/XI/2017/Dittipidum, yang diterima pelapor Sandy Kurniawan. SPDP tersebut diterbitkan pada Selasa, 7 November 2017, dan ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak.
Pada SPDP itu ditulis bahwa penyidik telah menemukan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
Agus Rahardjo menyatakan masih mempelajari materi laporan yang diterimanya pada tanggal 8 November 2017 melalui bagian persuratan KPK. “Kami akan baca dan pelajari terlebih dahulu. Terbaca bahwa ada pihak tertentu yang melaporkan dua pimpinan KPK. Sehingga pimpinan KPK disana disebut sebagai terlapor,” katanya.
Meskipun belum mengetahui materi laporannya, Agus menyebutkan jika laporan tersebut terkait dengan pelaksanaan tugas KPK, ia memastikan hal tersebut telah dilakukan sesuai kewenangan yang diberikan berdasarkan undang-undang.
Oleh karena itu, Agus akan melakukan koordinasi dengan Polri untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut terkait hal tersebut.
“Kami percaya Polri akan profesional dan tentu harapannya memiliki komitmen pemberantasan korupsi yang kuat, termasuk dukungan terhadap operasional KPK dalam penanganan kasus-kasus korupsi, termasuk e-KTP ini,” kata Agus.
Agus juga menyinggung pasal 25 Undang-Undang Tipikor yang telah mengatur penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam kasus korupsi harus diprioritaskan dari perkara lain.
Sementara itu Kapolri Tito Karnavian menegaskan bahwa Agus dan Saut belum jadi tersangka. Menurut Tito itu menjadi ramai karena Direktorat Pidum Polri kurang teliti.
“Direktur Pidum sudah ditegor Kapolri. Dia mengeluarkan SPDP itu tidak memberi tahu pimpinan Polri” ujar Wakapolri Komjen Syafrudin.
Siapa Frederick Yunadi?
Seperti diberitakan TEMPO.CO, Kisruh yang melanda Miss Indonesia 2011, Astrid Ellena, kian memanas. Usai baku hantam pernyataan menyudutkan yang dilontarkan kekasih Ellena, Donny Laimena, kepada calon mertuanya, kini giliran ayah sang ratu kecantikan itu bersuara.
Fredrich Yunadi, ayah Asrtid Ellena, mengaku punya alasan sendiri kenapa dirinya memutuskan tali silaturahmi kepada anaknya.
Seperti diketahui sebelumnya, Fredrich mengumandangkan hal tersebut dalam sebuah surat kabar, pada Kamis, 19 Januari 2012 lalu. Menurutnya, perilaku Ellen sudah membuat malu keluarga besarnya.
“Saya memutuskan tali silaturahmi bukan karena emosi, tapi malu. Banyak omongan di luar yang enggak enak soal prilaku anak saya sama Donny. Keluarga besar saya tahu semua,” katanya saat jumpa wartawan di Jakarta, Senin, 6 Februari 2012.
Menurut Fredrich lantaran pernyataan Donny sebelumnya tentang status Ellen sebagai anak. Diutarakan Donny, biduk rumah tangga Frederich Yunadi dan Linda Indriana Campbelle kandas pada tahun 1987, sedangkan Ellen merupakan dara kelahiran 1990.
Mahasiswi Hubungan Internasional salah satu perguruan swasta di Tangerang itu memang telah belasan tahun tinggal bersama ibunya.
Frederich mengakui bahwa ia tidak menyukai hubungan dua kekasih itu. “Saya menegur keduanya agar tidak sering pulang malam. Saya tegor tapi lama-lama dia enggak betah,” tuturnya.
Ia pun menanggapi bahwa ketidakramahannya pada Donny bukan karena calon menantu itu enggan membantunya menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Saya sama Donny hanya ketemu tiga kali. Donny itu punya apa?. Dan dia bukan siapa-siapa,” ujarnya.
“Frederick Yunadi itu pengacara rusak. Rumah tangga nya aja hancur. Anak kandung aja dia putuskan silaturahmi. Ini Pengacara gila” kata sumber di IPW.
Tim DobrakNews
0 Comments